Tampilkan postingan dengan label MOTIVASI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MOTIVASI. Tampilkan semua postingan

Kamis, 10 Desember 2020

AGAR SEDEKAH LEBIH BERNILAI


Sedekah merupakan salah satu pintu kebaikan yang dianjurkan dan diperintahkan oleh syariat. Menurut pemahaman yang lazim, sedekah adalah merupakan pemberian seseorang dengan spontan dan sukarela, tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Secara bahasa Sedekah berarti benar atau membenarkan. Dalam kamus bahasa Indonesia, sedekah diartikan sebagai pemberian kepada fakir miskin yang timbul dari kemurahan hati.

An. Ubaedy menulis dalam buku Hikmah Bersedekah: kalau melihat penjelasan Nabi, sedekah adalah istilah umum untuk kebaikan yang kita berikan kepada orang lain. Apapun yang kita berikan kepada orang lain adalah sedekah. Kebaikan ini bisa berupa barang, jasa, atau bahkan ungkapan perasaan atau ekspresi sikap yang membahagiakan orang lain menurut akal sehat. Bahkan kebaikan yang diperjuangkan untuk diri sendiri juga termasuk sedekah, seperti berjuang melawan hawa nafsu.

 Karena itu, Nabi mengatakan bahwa setiap seorang muslim wajib bersedekah. Lalu ada sahabat bertanya, bagaimana kalau dia tidak sanggup?” Nabi bersabdah “dia harus bekerja untuk dapat memberikan manfaat pada dirinya. “bagaimana kalau dia tidak sanggup? Rasulullah menjawab, “memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan pertolongan. Bagaimana kalau dia tidak sanggup juga? “mengajak kepada kebaikan,” jawab Rasulullah. Tapi bagaimana kalau dia tidak sanggupa juga ? menahan diri dari perbuatan kejahatan, itu pun merupakan sedekah.” (H.R.Muslim).

Dalam kitab hadist Arba’in yang disusun oleh Imam Nawawi juga sebuah hadist menyebutkan; Dari Abu Dzar radhiallahuanhu : Sesungguhnya sejumlah orang dari shahabat Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasululullah, orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka (sedang kami tidak dapat melakukannya). (Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam) bersabda: Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian jalan untuk bersedekah =? : Sesungguhnya setiap tashbih merupakan sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah, amar ma’ruf nahi munkar merupakan sedekah dan setiap kemaluan kalian merupakan sedekah. Mereka bertanya : Ya Rasulullah masakah dikatakan berpahala seseorang diantara kami yang menyalurkan syahwatnya ?, beliau bersabda : Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan dijalan yang haram, bukankah baginya dosa ?, demikianlah halnya jika hal tersebut diletakkan pada jalan yang halal, maka baginya mendapatkan pahala. (Riwayat Muslim)

Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah dalam rahimhullah menulis dalam Zad al-Maad Memberi dan bersedekah adalah prilaku yang paling dicintai oleh Rasulullah saw. Kebahagian serta kesenangan beliau dengan banyak member lebih besar dari kesenangan seorang yang mengambil dengan apa yang didapatkannya. Rasulullah adalah orang yang paling dermawan dengan kebaikan, tangan kanannya seperti angin yang menghembus. Bila ada seorang yang membutuhkan datang kepadanya,maka Rasulullah lebih mengutamakannya atas diri beliau sendiri. Terkadang belaiu dermawan dengan makanan, terkadang pula dengan pakiannya, dan juga beliau memerintahkan umatnya untuk selalu bersedekah dan menganjurkannya serta menyeru kepadanya dengan perbuatan dan perkataan nya.

Bagi mereka yang senantiasa selalu mensedekahkan harta secara sembunyi atau terang-terangan, maka dia akan mendapatkan pahala yang besar. Dia tidak pernah merasa khawatir akan kekurangan dan bersedih hati. (QS. Al-baqarah :274) 

Seperti yang juga diriwayat oleh Abi Hurairah ra Rasulullah bersabdah : Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam berimnfaqlah niscaya Aku akan memenuhi kebutuhanmu. Dan Nabi saw bersabda: Tangan kanan Allah penuh selalu tercurahkan tidak akan terkurangi walau tetap tercurah baik waktu siang atau malam”. (H.R Muslim)

Itulah janji yang Allah berikan kepada mereka yang senantia selalu bersedeka dalam hidupnya dimana dia berada. Allah akan memenuhi kebutuhan orang yang orang yang berinfaq di jalannya dan Allah yang Maha Tinggi tidak akan menyalahi janjiNya. Sebalik bagi mereka tidak pernah bersedekah, atau mereka yang banyak melakukan kebaikan tapi tidak mau bersedekah maka Allah Ingatkan “ sekali-kali tidak akan sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum menafkahkan sebagian harta yang dicintai. (Qs. Ali Imran:92)

 Selain mendapatkan pahala yang bersar disisi Allah, agar sedekah yang dikerjakan memili nilai yang lebih, Rasulullah telah memberikan jalan dengan cara yaitu :

Pertama lakukanlah sedekah itu diwaktu sehat, banyak harta, dan jangan menunda-nundanya. Seorang pernah berntanya kepada Ralullah :” Sedekah apakah yang paling baik?. Maka beliau bersabda: Engkau bersedekah padahal dirimu dalam keadaan sehat lagi pelit khwatir dengan kemiskinan berangan-angan untuk menjadi kaya, dan janganlah mengulur-ulurkan waktu pengeluarannya sehingga nyawa sampai kepada tenggorokan lalu pada saat itu engaku menyesal seraya berkata: bagi si fulan segini, bagi si fulan segini dan ketahuilah bahwa si fulan begini.” (HR. Muslim)

Pelajaran inti yang terkandung dalam Hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah diatas yaitu anjuran untuk segera bersedekah dan melakukan amal-amal baik lainnya. Tegasnya, berbuat baik itu jangan ditunda-tunda, harus segera dilaksanakan. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam surat al-baqarah ayat 148,” maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan.

Kedua lakukan sedekah tersebut dengan ikhlas, yaitu melakukannya dengan mengharapkan ridha Allah semata, bukan mengharapkan pujian dan sanjungan manusia. Jika sedekah yang dilakukan tersebut dengan mengharapkan pujian atau sanjungan manusia atau yang dibiasa disebut dengan sifat riya, maka orang ini ibarat seperti sebuah batu yang licin yang diatsnya ada debu, kemudia batu itu ditimpa hujan, sehingga tinggallah batu licin itu lagi. Mereka tidak memperoleh sesuatu apapun dari yang mereka kerjakan. (QS. Albaqarah : 264)

Sebaliknya jika mereka bersedekah yang dikerjakan dengan penuh keikhlasan, mereka bukan hannya medapatkan pahala yang besar, Allah juga mengumpamakan mereka ini seperti sebuah kebun yang berada pada dataran tinggi. Kebun tersebut disiram dengan hujan yang sangat lebat, maka kebun itu menghasilkan buah yang berlipat ganda. Jika hujan tidak menyirami kebun tersebut, dengan embun pun tetap bisa berbuah.(QS.Albaqarah :264)

Itulah jalan yang diajarkan Allah dan Rasullahnya agar sedekah yang dikerjakan memiliki pahala yang besar dan bernilai lebih. Semoga Allah senantiasa mengerakkan hati dan jasmani kita untuk selalu menjalankan harta yang diberikannya melalau sedekah. Yakinlah dengan sedekah yang dijalankan Allah akan mengantinya dengan pengantian yang lebih baik dari yang sebelumnya.   

Tulisan Deri Adlis, Mubhalig di Kabupaten Kepulauan Anambas dan Sekretaris Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Kepulauan Anambas

Sumber : Copas dari
https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/11/16/agar-sedekah-lebih-bernilai/


Selasa, 19 Maret 2019

Memuliakan Akal




"Innal abraara yasyrabuuna min ka’sin kaana mizaajuhaa kaafuura”

Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), membacakan surat Ad-Dahr (Al-Insan) ayat 5 ini di depan Mohammad Said (wartawan senior harian Waspada) dan Amrullah O. Lubis, juga seorang wartawan kawakan asal Medan, setelah keduanya selesai shalat Maghrib di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta, pada suatu hari di bulan Agustus 1969. Kepada keduanya, Hamka mengatakan, “Saya telah bertemu di dalam Al-Qur’an suatu dalil bahwa di zaman Nabi kita (Muhammad saw—red), negeri kita ini (Nusantara— red) sudah diketahui oleh orang dan telah meresap ke dalam lidah Arab sendiri, bahkan lidah Quraisy, bahasa Al-Qur’an.”

Said pun langsung terusik oleh pernyataan Hamka, “Apa yang tersembunyi di situ?”
Kepada kedua wartawan senior tersebut, Hamka menjelaskan terjemahan disertai tafsirannya. “Sesungguhnya orang baik-baik akan minum dari piala yang campurannya ialah kapur,” demikian Hamka menerjemahkan secara bebas surat Ad-Dahr ayat 5 sebagaimana dikutip dalam buku Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao (2008: 195). Adapun kutipan terjemahan Al-Qur’an versi Kementerian Agama (Kemenag) sebagai berikut: “Sungguh, orang-orang yang berbuat kebaikan akan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kapur.” Adapun yang dimaksud ‘air kapur’ sebagaimana keterangan dalam terjemahan Al-Qur’an versi Kemenag (lihat catatan kaki no. 883) adalah “nama suatu mata air di surga yang airnya putih dan baunya sedap dan enak sekali rasanya.”

Tapi Hamka punya perspektif tersendiri ketika memahami kata ‘kaafuur’ dalam surat ini. Dengan kemampuan bahasa (linguistik), sejarah, dan budaya (sosiologi, antropologi), ia berhasil menjelaskan kata ‘kaafuur’ sebagai representasi dari bahasa dan budaya Nusantara yang masuk ke alam pikiran bangsa Arab dan telah diakomodasi ke dalam bahasa mereka, bahkan lewat lisan Nabi Muhammad saw ketika menuturkan wahyu surat Ad-Dahr ayat 5.

“Saudara telah mengetahui dari sejarah bahwa sejak sebelum Nabi Muhammad saw, orang Arab dan Phoenicie telah mencari kapur ke negeri kita, sebagai juga kemudiannya, orang Barat mencari rempah,” jelas HAMKA kepada kedua wartawan senior itu. “Kapur di zaman itu tidak ada tumbuh di bahagian dunia lain, kecuali di negeri kita di Sumatra. Kapur itu ialah Kapur Barus,” jelasnya.
Sangat menarik analisis Hamka terhadap kata ‘kaafuur’ dengan huruf kaf dibaca panjang (madd) dan huruf fa juga dibaca panjang (madd) yang hanya sekali saja disebutkan dalam Al-Qur’an. Yaitu, di ayat 5 surat AdDahr—Al-Insan. Karena begitu populernya komoditas Kapur Barus yang hanya diproduksi di kawasan Barus (Sumatra) sampai ke telinga bangsa Arab dan bahkan telah dikenal dengan baik oleh sang Nabi saw. Maka suatu kehormatan tersendiri, bagi Hamka, ketika kata ‘kaafuur’ telah menjadi representasi atas eksistensi bangsa Indonesia (Nusantara) ketika masuk ke dalam struktur bahasa Al-Qur’an.

Masih terkait kata ‘kaafuur’, komoditas yang hanya diproduksi di Barus, sebuah kawasan pesisir yang berjarak 60 km dari Singkil (Aceh), Hamka menawarkan teori baru tentang awal mula kedatangan agama Islam di Nusantara yang menurutnya telah hadir sejak abad ke-7 M. Fakta historis dan etnografi Barus menjadi bukti bahwa kawasan ini telah eksis ketika kenabian Muhammad saw lewat komoditi Kapur Barus yang telah populer di negara-negara Arab. James R. Rush, dalam buku Adicerita Hamka (2017: 143-144), mengutip teori Hamka, “Para penyebar Islam mencapai Jawa lima puluh tiga tahun sesudah Islam ditegakkan Nabi Muhammad di Arabia. Pada 675 M, duta-duta dari istana Khalifah Muawiyah di Damsyik mendatangi penguasa Hindu Kalingga ketika dalam perjalanan ke Tiongkok. Sepuluh tahun kemudian, para pedagang Arab mendirikan koloni di Sumatra Barat.”

Pada awal abad ke-20 M, para sejarawan Orientalis maupun intelektual pribumi memperdebatkan latar belakang seorang ulama besar bernama Abdurrauf ibn Ali Al-Jawiy, Al-Fanshur, As-Sinkili. Ia seorang ulama besar pada abad ke-17 M yang tidak hanya populer di Nusantara tetapi juga sangat disegani di negara-negara Arab, termasuk dihormati rezim Turki Usmani. Karya-karya Abdurrauf As-Sinkili sangat banyak menjadi bacaan otoritatif bagi para ulama di dunia Islam. Salah satu karya monumentalnya adalah Turjuman al-Mustafid, sebuah kitab tafsir berbahasa Arab-Melayu yang diterbitkan oleh penerbit Syekh Mustafa Al-Babiy Al-Halabiy di Mesir.

R.A. Rinkes, dalam bukunya, Abdurrauf van Singkel (1909: 37), memperdebatkan asal usul tokoh ini apakah dari Singkil atau Fanshur. Sedangkan Mangaradja Onggang Parlindungan, dalam bukunya, Tuanku Rao (1965), menyebut ada dua tokoh berbeda yang memiliki nama yang sama.
Dengan penguasaan sejarah, lingusitik, dan etnografi, Hamka membantah teori Rinkes dan Parlindungan bahwa Abdurrauf Al-Fashuri As-Sinkili adalah sosok yang satu. Walaupun telah jelas berasal dari Sumatra, tetapi dalam kitab Turjuman al-Mustafid, namanya tetap dinisbatkan Al-Jawiy. Sebab, sebutan “Al-Jawiy” dalam alam pikiran bangsa Arab untuk menyebut seluruh kawasan di Nusantara (termasuk Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan lain-lain). Penisbatan Al-Fanshur dalam alam pikiran Melayu untuk menyebut nama sebuah kampung (Aceh: gamphong) bernama Pancur di Negeri Aceh Rayeu. Letak kawasan ini di antara Barus dan Singkil. Menurut Hamka, “Islam di sana sudah tua, setua Islam di Aceh.”

Dalam Seminar “Masuknya Islam ke Sumatra Utara” yang digelar bulan Maret 1963, Hamka berhasil menyampaikan teori baru tentang masuknya Islam di Nusantara sejak abad ke-7 M. Dengan mempertimbangkan fakta historis dan etnografi kawasan Barus, seorang sejarawan lokal bernama Dada Meuraxa mengafirmasi teori Hamka ini. Teori Hamka kembali dikemukakan dalam Seminar Islam di Minangkabau, 23-26 Juli 1969, bahwa sejarah masuknya Islam di Nusantara sebenarnya setua umur ajaran agama Islam itu sendiri, dibuktikan dengan fakta historis dan etnografis kawasan Barus seperti yang telah termaktub dalam Al-Qur’an surat Ad-Dahr ayat 5.

Itulah sisi rasionalitas Hamka yang mungkin belum banyak diketahui kalangan umat Islam saat ini. Sosok Hamka ketika menafsirkan ayat dalam Al-Qur’an menggunakan instrumen ilmu-ilmu social humanities di samping penguasaan terhadap ilmu-ilmu sains. Tidak cukup hanya dengan satu disiplin ilmu ketika menjelaskan ayat Al-Qur’an. Secara tidak langsung, sesungguhnya ia telah menggunakan pendekatan integrasi-interkoneksi ketika menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an. Ilmu-ilmu social humanities dan ilmuilmu sains yang dibangun di atas rasionalitas menjadi instrumen untuk mengkaji dan mengungkap khazanah di balik ayat-ayat Al-Qur’an.

Penghormatan Hamka terhadap akal yang menopang pemahaman dan praktik keagamaannya yang kosmopolitan sebagaimana kesaksiannya dalam buku, Falsafah Hidup (2017: 43). “Agama Islam amat menghormati akal. Karena tidak akan tercapai ilmu kalau tidak ada akal. Sebab itu, Islam adalah agama ilmu dan akal,” tulisnya. (Abu Rafif)

Copast all :
http://www.suaramuhammadiyah.id/2019/02/17/sisi-rasionalitas-hamka-yang-belum-banyak-diketahui/

Minggu, 17 Maret 2019

Menahan Amarah

"
'Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.'' (Ali-Imron: 133-134).

Amarah merupakan tabiat manusia yang sulit untuk dikendalikan. Dan, Allah menjadikan orang yang mampu untuk menahan amarahnya sebagai salah satu ciri orang yang bertakwa. Di samping itu Allah akan memberikan pahala kepada orang yang menahan amarahnya lalu memaafkan mereka yang menyakitinya. Allah berfirman, ''Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa. Barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.'' (Asy-Syuura: 40).

Abu hurairah meriwayatkan bahwa pada suatu hari, seorang lelaki mendatangi Rasulullah SAW. Ia berkata kepada beliau. Ya Rasulullah! Nasihatilah saya! Sabdanya, ''Janganlah engkau marah.'' Lalu beliau ulangkan beberapa kali, dan sabdanya, ''Jangan engkau marah.'' (HR Bukhori).

Penekanan Rasulullah SAW di atas menunjukkan betapa pentingnya menahan amarah. Karena ia adalah penyebab terjadinya pertikaian, perpecahan, dan permusuhan. Dan bila ini terjadi, maka akan membawa dampak negatif kepada umat Islam. Oleh sebab itu pula, Islam tidak membenarkan seorang Muslim untuk saling bertikai dan saling berpaling satu sama lain melebihi dari tiga malam.

Sahabat Abu Bakar ra pernah mendapatkan teguran dari Allah SWT karena kemarahan yang dilakukannya dengan bersumpah untuk tidak memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri Aisyah. Allah berfirman, ''Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat-(nya).

Betapa indahnya dunia ini, jika setiap orang berusaha menahan amarahnya. Pertikaian, kerusuhan, permusuhan di mana-mana tidak akan terjadi. Karena kejahatan yang dibalas dengan kejahatan tidaklah memberikan solusi, namun menambah persoalan dan memperpanjang perselisihan.


Sumber : Nasher Akbar (Republika)
Gambar :
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/2484381/jangan-pernah-bangunkan-harimau-tidur

Hafshah bin Umar RA

Pada mulanya beliau dinikahi salah seorang shahabat yang mulia bernama Khunais bin Khudzafah bin Qais As-Sahmi Al-Quraisy yang pernah berhijrah dua kali, ikut dalam perang Badar dan perang Uhud namun setelah itu beliau wafat di negeri hijrah karena sakit yang beliau alami waktu perang Uhud. Beliau meninggalkan seorang janda yang masih  muda dan bertaqwa yakni Hafshoh yang ketika itu masih berumur 18 tahun. 
Umar benar-benar merasakan gelisah dengan adanya keadaan putrinya yang menjanda dalam keadaan masih muda dan beliau masih merasakan kesedihan dengan wafatnya menantunya yang dia adalah seorang muhajir dan mujahid. Beliau mulai merasakan kesedihan setiap kali masuk rumah melihat putrinya dalam keadaan berduka. Setelah berfikir panjang maka Umar berkesimpulan untuk mencarikan suami untuk putrinya sehingga dia dapat bergaul dengannya dan agar kebahagiaan yang telah hilang tatkala dia menjadi seorang istri selama kurang lebih enam bulan dapat kembali. 
Akhirnya pilihan Umar jatuh pada Abu Bakar Ash Shidiq radhiallaahu 'anhu orang yang paling dicintai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam karena Abu Bakar dengan sifat tenggang rasa dan kelembutannya dapat diharapkan membimbing Hafshoh yang mewarisi watak bapaknya yakni bersemangat tinggi dan berwatak tegas. Maka segeralah Umar menemui Abu Bakar dan menceritakan perihal Hafshoh berserta ujian yang menimpa dirinya yakni berstatus janda. Sedangkan ash-Shiddiq memperhatikan dengan rasa iba dan belas kasihan. Kemudian barulah Umar menawari Abu Bakar agar mau memperistri putrinya. Dalam hatinya dia tidak ragu bahwa Abu Bakar mau menerima seorang yang masih muda dan bertaqwa, putri dari seorang laki-laki yang dijadikan oleh Allah penyebab untuk menguatkan Islam. Namun ternyata Abu Bakar tidak menjawab apa-apa. Maka berpalinglah Umar dengan membawa kekecewaan hatinya yang hampir-hampir dia tidak percaya (dengan sikap Abu Bakar). Kemudian dia melangkahkan kakinya menuju rumah Utsman bin Affan yang mana ketika itu istri beliau yang bernama Ruqqayah binti Rasulullah telah wafat karena sakit yang dideritanya. 
Umar menceritakan perihal putrinya kepada Utsman dan menawari agar mau menikahi putrinya, namun beliau menjawab: "Aku belum ingin menikah saat ini". Semakin bertambahlah kesedihan Umar atas penolakan Utsman tersebut setelah ditolak oleh Abu Bakar. Dan beliau merasa malu untuk bertemu dengan salah seorang dari kedua shahabatnya tersebut padahal mereka berdua adalah kawan karibnya dan teman kepercayaannya yang faham betul  tentang kedudukannya. Kemudian beliau menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam dan mengadukan keadaan dan sikap Abu Bakar maupun Utsman. Maka tersenyumlah Rasulllah Shallallaahu 'alaihi wa sallamseraya berkata: 
"Hafshoh akan dinikahi oleh orang yang lebih baik dari Abu Bakar dan Utsman sedangkan Ustman akan menikahi wanita yang lebih baik daripada Hafshoh (yaitu putri beliau Ummu Kultsum radhiallaahu 'anha-red)" 
Wajah Umar bin Khaththab berseri-seri karena kemuliaan yang agung ini yang mana belum pernah terlintas dalam angan-angannya. Hilanglah segala kesusahan hatinya, maka dengan segera dia menyampaikan kabar gembira tersebut kepada setiap orang yang dicintainya sedangkan Abu Bakar adalah orang yang pertama kali beliau temui. Maka tatkala Abu Bakar melihat Umar dalam keadaan gembira dan suka cita maka beliau mengucapkan selamat kepada Umar dan meminta maaf kepada Umar sambil berkata "janganlah engkau marah kepadaku wahai Umar karena aku telah mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam menyebut-nyebut Hafshoh. Hanya saja aku tidak ingin membuka rahasia Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam; seandainya beliau menolak Hafshoh maka pastilah aku akan menikahinya. Maka Madinah mendapat barokah dengan indahnya pernikahan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam dengan Hafshoh binti Umar pada bulan Sya'ban tahun ketiga Hijriyah. Begitu pula barokah dari pernikahan Utsman bin Affan dengan Ummu Kultsum binti Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa sallam pada bulan Jumadil Akhir tahun ketiga Hijriyah juga. 
Begitulah, Hafshoh bergabung dengan istri-istri Rasulullah dan Ummahatul mukminin yang suci. Di dalam rumah tangga Nubuwwah ada istri selain beliau yakni Saudah dan Aisyah. Maka tatkala ada kecemburuan beliau mendekati Aisyah karena dia lebih pantas dan lebih layak untuk cemburu. Beliau senantiasa mendekati dan mengalah dengan Aisyah mengikuti pesan bapaknya (Umar) yang berkata: "Betapa kerdilnya engkau bila dibanding dengan Aisyah dan betapa kerdilnya ayahmu ini apabila dibandingkan dengan ayahnya". 
Hafshoh dan Aisyah pernah menyusahkan Nabi, maka turunlah ayat :"Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong untuk menerima kebaikan dan jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan Nabi,maka sesungguhnya Allah adalah pelindungnya dan (begitu pula) Jibril" (Q.S. at-Tahrim: 4). 
Telah diriwayatkan bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah mentalak sekali untuk Hafshohtatkala Hafshoh dianggap menyusahkan Nabi namun beliau rujuk kembali dengan perintah yang dibawa oleh Jibril 'alaihissalam yang mana dia berkata: 
  "Dia adalah seorang wanita yang rajin shaum, rajin shalat dan dia adalah istrimu  di surga". 
Hafshoh pernah merasa bersalah karena menyebabkan kesusahan dan penderitaan Nabi dengan menyebarkan rahasianya namun akhirnya menjadi tenang setelah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam memaafkan beliau. Kemudian Hafshoh hidup bersama Nabi dengan hubungan yang harmonis sebagai seorang istri bersama suaminya. Manakala Rasul yang mulia menghadap ar-Rafiiq al-A'la dan Khalifah dipegang oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, maka Hafshoh- lah yang dipercaya diantara Ummahatul Mukminin termasuk Aisyah didalamnya, untuk menjaga mushaf Al-Qur'an yang pertama. 
Hafshoh radhiallaahu 'anha mengisi hidupnya sebagai seorang ahli ibadah dan ta'at kepada Allah, rajin shaum dan juga shalat, satu-satunya orang yang dipercaya untuk menjaga keamanan dari undang-undang umat ini, dan kitabnya yang paling utama yang sebagai mukjizat yang kekal, sumber hukum yang lurus dan 'aqidahnya yang utuh. 
Ketika ayah beliau yang ketika itu adalah Amirul mukminin merasakan dekatnya ajal setelah ditikam oleh Abu Lu'lu'ah seorang Majusi pada bulan Dzulhijjah tahun 13 hijriyah, maka Hafshohadalah putri beliau yang mendapat wasiat yang beliau tinggalkan. 
Hafshoh wafat pada masa Mu'awiyah bin Abu Sufyan radhiallaahu 'anhu setelah memberikan wasiat kepada saudaranya yang bernama Abdullah dengan wasiat yang diwasiatkan oleh ayahnyaradhiallaahu 'anhu. Semoga Allah meridhai beliau karena beliau telah menjaga al-Qur'an al- Karim, dan beliau adalah wanita yang disebut Jibril sebagai Shawwamah dan Qawwamah (Wanita yang rajin shaum dan shalat) dan bahwa beliau adalah istri Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam di surge.
(copas dari anonymus)

Kualitas Pribadi Unggul

1.     Ketulusan menempati peringkat pertama sebagai sifat yang paling
disukai oleh semua orang. Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan
dihargai karena yakin tidak akan dibodohi atau dibohongi. Orang yang tulus
selalu mengatakan kebenaran, tidak suka mengada-ada, pura-pura, mencari-cari
alasan atau memutarbalikkan fakta. Prinsipnya "Ya diatas Ya dan Tidak diatas
Tidak". Tentu akan lebih ideal bila ketulusan yang selembut merpati itu
diimbangi dengan kecerdikan seekor ular. Dengan begitu, ketulusan tidak
menjadi keluguan yang bisa merugikan diri sendiri.

2.     Beda dgn rendah diri yg merupakan kelemahan, kerendahhatian justru
mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap
rendah hati. Ia seperti padi yang semakin berisi semakin menunduk. Orang
yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Ia bisa
membuat orang yang diatasnya merasa oke dan membuat orang yang di bawahnya
tidak merasa minder.

3.      Kesetiaan sudah menjadi barang langka & sangat tinggi harganya.
Orang yg setia selalu bisa dipercaya dan diandalkan. Dia selalu menepati
janji, punya komitmen yang kuat, rela berkorban dan tidak suka berkhianat.

4.     Orang yang bersikap positif selalu berusaha melihat segala sesuatu
dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk sekalipun. Dia lebih
suka membicarakan kebaikan daripada keburukan orang lain, lebih suka bicara
mengenai harapan drpd keputusasaan, lebih suka mencari solusi daripada
frustasi, lebih suka memuji daripada mengecam, dsb.

5.     Karena tidak semua orang dikaruniai temperamen ceria, maka keceriaan
tidak harus diartikan ekspresi wajah dan tubuh tapi sikap hati. Orang yang
ceria adalah orang yang bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh dan selalu
berusaha meraih kegembiraan. Dia bisa mentertawakan situasi, orang lain,
juga dirinya sendiri. Dia punya potensi untuk menghibur dan mendorong
semangat orang lain.

6.     Orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan kewajibannya dengan
sungguh-sungguh. Kalau melakukan kesalahan, dia berani mengakuinya. Ketika
mengalami kegagalan, dia tidak akan mencari kambing hitam untuk disalahkan.
Bahkan kalau dia merasa kecewa dan sakit hati, dia tidak akan menyalahkan
siapapun. Dia menyadari bahwa dirinya sendirilah yang bertanggung jawab atas
apapun yang dialami dan dirasakannya.

7.     Rasa percaya diri memungkinkan seseorang menerima dirinya
sebagaimana adanya, menghargai dirinya dan menghargai orang lain. Orang yang
percaya diri mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang
baru. Dia tahu apa yang harus dilakukannya dan melakukannya dengan baik.

8.     Kebesaran jiwa dapat dilihat dr kemampuan seseorang memaafkan orang
lain. Orang yang berjiwa besar tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa
benci dan permusuhan. Ketika menghadapi masa-masa sukar dia tetap tegar,
tidak membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan dan keputusasaan.

9.     Orang yang easy going menganggap hidup ini ringan. Dia tidak suka
membesar-besarkan masalah kecil. Bahkan berusaha mengecilkan masalah-masalah
besar. Dia tidak suka mengungkit masa lalu dan tidak mau khawatir dengan
masa depan. Dia tidak mau pusing dan stress dengan masalah-masalah yang
berada di luar kontrolnya.

10.  Empati adalah sifat yg sangat mengagumkan. Orang yg berempati bukan
saja pendengar yang baik tapi juga bisa menempatkan diri pada posisi orang
lain. Ketika terjadi konflik dia selalu mencari jalan keluar terbaik bagi
kedua belah pihak, tidak suka memaksakan pendapat dan kehendaknya sendiri.
Dia selalu berusaha memahami dan mengerti orang lain.
(copy paste dari NN)

Selasa, 12 Maret 2019

Belajar Mensyukuri

bismillaahirrohmaanirroohiim

Semoga tulisan ini menjumpai teman-teman semua dalam keadaan sehat wal’afiat dan selalu dalam lindungan Allah SWT, Amin.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita kadang lupa untuk bersyukur. Banyak hal dan kejadian yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari kita yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, dan mungkin hal tersebut tidak kita sukai, yang membuat kita merasa sedih, marah, tidak nyaman, dan perasaan tidak baik lainnya. 
Sebagai contoh, dalam pekerjaan ada atasan atau teman sekerja yang berlaku curang terhadap kita dan merugikan kita. Ketika kita menyadari itu, daripada kita lalu membencinya, bukankah akan lebih baik jika kita mensyukurinya? Mensyukuri bahwa kita akhirnya menyadari “ketidakberesan” ini sehingga kita bisa lebih berhati-hati kedepannya dan lebih cerdas menghadapinya.
Ketika kita menemui orang yang menyebalkan yang membuat kita tidak nyaman, daripada kita memakinya atau kemudian menggosipkannya kepada orang lain, bukankah akan lebih baik jika kita mensyukurinya? Mensyukuri bahwa paling tidak, semoga kita tidak termasuk dalam golongan orang-orang menyebalkan seperti dia, dan berdoa supaya kita tidak akan pernah menjadi seperti dia. 
Ketika kita makan, dan kebetulan makanan tersebut kurang sesuai dengan selera kita, daripada kita mengumpat karena rasanya yang tidak enak tsb, bukankah akan lebih baik jika kita mensyukurinya? Mensyukuri bahwa kita masih bisa memenuhi kebutuhan makan kita, disaat masih sangat banyak orang di berbagai belahan tempat di dunia ini yang tidak bisa memenuhi kebutuhan makannya.
Ketika orang lain bisa memiliki rumah baru, mobil baru, barang yang lebih mahal dan lebih indah dari kita, daripada kita merasa iri, bukankah akan lebih baik jika kita mensyukurinya? Mensyukuri bahwa mereka telah mendapatkan hal sesuai dengan usaha mereka, dan berdoa supaya apa yang mereka miliki dan apa yang kita miliki menjadi berkah. 
Ketika kita sering ditolak saat mencari pekerjaan, daripada kita berputus asa, bukankah akan lebih baik jika kita tetap berdoa dan berusaha serta mensyukuri penolakan-penolakan tsb? Mensyukuri bahwa dengan penolakan tsb, berarti pekerjaan tsb tidak akan baik bagi kita, dan Insya Allah, Allah SWT telah menyiapkan yang lebih baik untuk kita.
Ketika kita gagal dalam suatu hal, padahal kita merasa bahwa kita sudah berusaha mati-matian, daripada kita menyerah dan terpuruk, bukankah akan lebih baik jika kita tetap berdoa dan berusaha, serta mensyukuri kegagalan tsb? Mensyukuri bahwa adanya kegagalan tsb berarti Insya Allah, Allah SWT sedang menguji kita dan menyiapkan kita menjadi pribadi yang lebih baik (lebih sabar, lebih tangguh, lebih bijaksana, lebih kuat, lebih dewasa).
Insya Allah bahwa Allah SWT telah Mengatur segala sesuatunya, sehingga kita harus senantiasa bersyukur atas segala ketentuanNYA.
Saya sering mendengar kalimat, “Bersyukurlah atas segala hal dari mulai yang kecil sampai yang besar”. 
Apakah tepat kata-kata “kecil” tsb?
Kita masih diberi umur panjang olehNYA sampai detik ini, memiliki badan yang sehat, bisa berpikir, bisa memenuhi kebutuhan makan dan berpakaian, memiliki alas kaki untuk melindungi kaki kita ketika kita berjalan, memiliki tempat tinggal, memiliki teman yang bisa di ajak ngobrol dan berbagi, memiliki keluarga yang menyayangi kita, bisa merasakan udara segar, bisa beraktivitas, apakah semua itu adalah hal kecil?
Bagi orang yang tidak seberuntung kita, tentulah hal-hal tersebut adalah hal yang sangat besar. 
Karenanya, mari kita selalu bersyukur atas segala KARUNIA BESAR yang telah diberikan olehNYA, mensyukuri semuanya secara detail setiap saat, sehingga perasaan “tidak baik” karena lupa bersyukur, tidak akan sempat hinggap di dalam hati kita. 
Insya Allah, dengan membiasakan diri untuk selalu bersyukur dalam hal apapun, dimanapun, dalam situasi apapun, maka hati kita akan senantiasa tentram dan bahagia dalam menjalani hidup ini, Amiin. 

Semoga bermanfaat.

dari seorang sahabat di KomTah : eli nur nirmala sari